Selasa, 15 Januari 2013

Bea cukai

IMPOR UNTUK DIPAKAI
DENGAN PEMBERITAHUAN IMPOR BARANG (PIB)

Dasar Hukum
1.      UU Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006;

2.      Peraturan Menteri Keuangan Republik Nomor 144/PMK.04/2007 Tentang Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai

3.      Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor P-42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai, sebagaimana telah diubah dengan P-08/BC/2009

Pengertian (Ketentuan Umum)
1.      Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
2.      Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
3.      Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-undang Kepabeanan.
4.      Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia
5.      Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
6.      Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
7.      Orang adalah perseorangan atau badan hukum.
8.      Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
9.      Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan Kewajiban Pabean untuk dan atas nama importir.
10. Data Elektronik adalah informasi atau rangkaian informasi yang disusun dan/atau dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim, disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi secara elektronik dengan menggunakan komputer atau perangkat pengolah data elektronik, optikal, atau cara lain yang sejenis.
11. Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disebut PDE Kepabeanan adalah alir informasi bisnis antar aplikasi dan organisasi secara elektronik, yang terintegrasi dengan menggunakan standar yang disepakati bersama.
12. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill, manifest dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
13. Pemberitahuan Impor Barang yang selanjutnya disingkat PIB adalah Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor untuk dipakai
14. Media Penyimpan Data Elektronik adalah disket atau media penyimpan data elektronik lainnya.
15. Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat TPS adalah bangunan dan / atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
16. Tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS adalah bangunan dan/atau lapangan atau tempat yang disamakan dengan itu yang berada di luar kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
17.  Sistem komputer pelayanan adalah sistem komputer yang digunakan oleh kantor pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.

HAL-HAL PENTING
1.      Pengeluaran barang impor dari kawasan pabean, atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dengan tujuan diimpor untuk dipakai, wajib menggunakan PIB, kecuali untuk :
a.      barang pindahan (menggunakan PIBK);
b.      barang impor sementara yang dibawa oleh penumpang (menggunakan PIBK);
c.      barang impor melalui jasa titipan (menggunakan PIBK);
d.      barang penumpang dan awak sarana pengangkut (menggunakan Customs Declaration);
e.      barang kiriman melalui PT. (Persero) Pos Indonesia (menggunakan Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos (PPKP));
f.       barang impor pelintas batas (menggunakan Buku Pas Barang Lintas Batas (BPBLB));atau
g.      barang impor tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal (menggunakan PIBK).

2.      PIB dibuat oleh importir atau PPJK berdasarkan dokumen pelengkap pabean dengan menghitung sendiri bea masuk, cukai dan/atau pajak dalam rangka impor yang harus dibayar.

3.      Dokumen Pelengkap Pabean, antara lain meliputi:
a.      Invoice & Packing List
b.      Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB)
c.      Manifest
d.      Dokumen lainnya yang dipersyaratkan, antara lain:
1)     Izin dari instansi terkait.
2)     Certificate of Insurance;
3)     Certificate of Origin;
4)     Purchase Order (P/O);
5)     Sales Contract (S/C);
6)     Certificate of Analysis (COA);
7)     Surat Kuasa untuk pemakai jasa PPJK;
8)     API dan APIT (atau copy NPWP); dan/atau
9)     Keputusan pembebasan/keringanan atau rekomendasi instansi terkait.

4.      Penyampaian PIB ke Kantor Pabean:
a.      setiap kegiatan impor; atau
b.      secara berkala

5.      Bentuk PIB:
a.      data elektronik; atau
b.      tulisan diatas formulir.

6.      PIB dalam bentuk data elektronik dapat disampaikan melalui sistem PDE Kepabeanan atau menggunakan media penyimpan data elektronik.

7.      Penyampaian PIB dalam bentuk tulisan di atas formulir atau menggunakan media penyimpan data, dapat dilayani dalam hal:
a.      Kantor Pabean yang bersangkutan belum menerapkan system PDE kepabeanan; atau
b.      sistem PDE kepabeanan yang ada di Kantor Pabean yang bersangkutan tidak dapat beroperasi lebih dari 4 (empat) jam.

8.      Tanggung Jawab Atas Bea Masuk, Cukai, dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor:
a.      Importir bertanggung jawab atas bea masuk, cukai, dan/atau pajak dalam rangka impor yang terutang sejak tanggal pendaftaran PIB.
b.      Apabila importir tidak ditemukan maka PPJK yang mendapat kuasa pengurusan importasi yang bertanggung jawab.

9.      Syarat Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai:
a.      Telah dibayar bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor.
b.      Impor berupa Barang Kena Cukai telah dilunasi cukainya.
c.      Telah setelah diberikan persetujuan pengeluaran barang oleh Pejabat Bea dan Cukai atau sistem komputer pelayanan

10. Cara Pembayaran bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor:
a.      pembayaran tunai (dilakukan paling lambat pada saat PIB didaftarkan); atau
b.      pembayaran berkala (fasilitas yang diberikan kepada importir yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal).

11. Pemeriksaan Pabean:
a.      Sebelum diberikan persetujuan pengeluaran barang, pejabat bea dan cukai melakukan pemeriksaan pabean secara selektif.
b.      Pemeriksaan pabean tersebut berupa penelitian dokumen dan/atau pemeriksaan fisik barang.

12. Impor Barang Larangan dan Pembatasan:
Barang impor yang dilarang atau dibatasi hanya dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang disamakan dengan TPS, setelah persyaratan yang diwajibkan oleh instansi teknis terkait telah dipenuhi.
13.  Prosedur / Tata Kerja
Penyampaian PIB pada KPPBC Tipe A3 Mataram masih dilakukan secara manual atau tulisan di atas formulir. Sesuai kondisi tersebut maka di bawah ini akan diuraikan penjelasan mengenai tata kerja penyelesaian barang impor untuk dipakai dengan PIB yang disampaikan dengan menggunakan formulir.

I. PENDAFTARAN PIB
1.      Importir:
a.       menyiapkan PIB dengan mengisi formulir secara lengkap, dengan mendasarkan pada data dan informasi dari dokumen pelengkap pabean.
b.      melakukan pembayaran Bea Masuk, Cukai, PDRI, dan PNBP melalui Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi, kecuali untuk yang menggunakan fasilitas pembayaran berkala.
c.       menyampaikan PIB, dokumen pelengkap pabean, SSPCP atau surat keputusan pembebasan/keringanan bea masuk dan/atau PDRI, bukti pembayaran PNBP, dokumen pemesanan pita cukai untuk BKC yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai, dan izin/rekomendasi dari instansi terkait ke Kantor Pabean.
2.      Pejabat penerima dokumen menerima berkas PIB kemudian melakukan penelitian administrasi.
a.       Dalam hal hasil penelitian tidak sesuai, menerbitkan Nota Pemberitahuan Penolakan (NPP).
b.      Dalam hal hasil penelitian telah sesuai dengan yang tertera pada PIB, meneruskan berkas PIB kepada Pejabat yang menangani penelitian barang larangan/pembatasan untuk dilakukan penelitian barang larangan/pembatasan.
3.      Pejabat yang menangani penelitian larangan/pembatasan melakukan penelitian barang larangan/pembatasan.
a.       Dalam hal barang impor tidak terkena ketentuan larangan/pembatasan, meneruskan berkas PIB kepada Pejabat penerima dokumen untuk :
1)      diberikan nomor pendaftaran;
2)      diberitahukan kepada Pejabat yang menangani manifes untuk penutupan pos BC 1.1.; dan
3)      diteruskan kepada Pejabat pemeriksa dokumen dalam rangka penetapan jalur pelayanan impor.

b.      Dalam hal barang impor terkena ketentuan larangan/pembatasan, dilakukan kegiatan sebagai berikut :
1)      Dalam hal dokumen yang dipersyaratkan telah dipenuhi, meneruskan berkas PIB kepada Pejabat penerima dokumen untuk proses selanjutnya.
2)      Dalam hal ketentuan larangan/pembatasan belum dipenuhi, menerbitkan Nota Pemberitahuan Barang Larangan/Pembatasan (NPBL) dan disampaikan kepada importer dengan tembusan kepada unit pengawasan,
3)      Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan NPBL importir tidak menyerahkan dokumen yang dipersyaratkan maka menerbitkan NPP.

II. PENETAPAN JALUR PELAYANAN IMPOR
Proses pelayanan selanjutnya adalah penetapan jalur pelayanan, yang meliputi:
a.       Jalur Merah à adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan dilakukan penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang
b.      Jalur Kuning à adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi hanya dilakukan penelitian dokumen sebelum persetujuan pengeluaran barang impor (SPPB)
c.       Jalur Hijau à adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi hanya dilakukan penelitian dokumen setelah  persetujuan pengeluaran barang
d.      Jalur MITA Non Prioritas à adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor yang pada umumnya tidak dilakukan pemeriksaan fisik, hanya dalam hal tertentu saja dalam proses pelayanan dan pengawasannya dilakukan pemeriksaan fisik
e.       Jalur MITA Prioritas à adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan seperti Jalur Merah atau Jalur Hijau

III. PENGELUARAN BARANG IMPOR
Setelah proses penjaluran dan telah mendapatkan SPPB, maka dilanjutkan dengan proses pengeluaran barang impor:
1. Importir menyerahkan SPPB kepada Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang.
2. Pejabat mengawasi pengeluaran barang dari kawasan pabean atau TPS oleh importir berdasarkan SPPB atau berdasarkan SPPF untuk MITA Non Prioritas.
3. Importir menerima SPPB atau SPJM yang diberikan catatan oleh Pejabat yang mengawasi pengeluaran barang.
4. Importir mengeluarkan barang impor dari kawasan pabean.

IV. PASCA PERSETUJUAN PENGELUARAN BARANG
A. Dalam hal pengeluaran barang impor ditetapkan melalui Jalur MITA Prioritas dan Jalur MITA Non Prioritas, importir melakukan kegiatan sebagai berikut:
1.      Dalam hal memanfaatkan fasilitas pembayaran berkala, MITA Prioritas melakukan pembayaran bea masuk, cukai, PDRI, dan PNBP di Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi dengan mencantumkan nomor dan tanggal PIB pada SSPCP.
2. MITA Prioritas yang menggunakan kemudahan pemberitahuan pendahuluan menyerahkan rekapitulasi PIB paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya kepada Pejabat yang mengelola manifes melalui Pejabat penerima dokumen.
3.      Terhadap barang yang dikeluarkan dengan SPPF oleh MITA Non Prioritas dilakukan penyelesaian sesuai dengan tahapan pada penyelesaian pengeluaran barang impor yang ditetapkan melalui jalur merah.

B. Dalam hal pengeluaran barang impor ditetapkan melalui jalur Hijau:
1.      Pejabat pemeriksa dokumen meneliti uraian barang dalam PIB, dan meminta berupa permintaan tambahan uraian barang dan/atau permintaan informasi tentang nilai pabean kepada importir dalam hal diperlukan.
2.      Importir menyampaikan bukti-bukti kebenaran nilai pabean kepada pejabat pemeriksa dokumen dalam waktu 7(tujuh) hari kerja setelah tanggal permintaan informasi nilai pabean dan/atau tambahan uraian barang.
3.      Pejabat pemeriksa dokumen meneliti dan menetapkan tarif dan nilai pabean dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB dan menerbitkan SPTNP, atau menerbitkan rekomendasi audit kepabeanan dalam hal menemukan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, dan PDRI setelah melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB.
4.      Importir menerima SPTNP untuk selanjutnya melunasinya dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal SPTNP, dan menyerahkan SSPCP kepada pejabat yang menangani penagihan.
5.      Dalam hal barang impor termasuk dalam pos tarif yang dikenai ketentuan larangan/pembatasan, Pejabat pemeriksa dokumen meneruskan data PIB kepada unit pengawasan untuk diproses lebih lanjut.

C. Pejabat yang mengelola manifes melakukan penutupan Pos BC 1.1 atas PIB yang telah diselesaikan.


DASAR HUKUM :
  1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006;
  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.04/2008 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor;
  3. Keputusan Dirjen Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor P-06/BC/2007 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Dirjen Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor;
  4. Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor P-42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai.
DESKRIPSI :
  1. Permohonan pengeluaran barang impor dengan SPPBI yang dimaksud dalam SOP ini adalah pengeluaran barang dalam rangka proses pengajuan izin penimbunan brang impor di gudang atau lapangan penimbunan milik Importir;
  2. SOP Pengeluaran barang impor barang ini dimulai sejak Pelaksana Pengeluaran Barang menerima SPPBI dari Pengguna Jasa sampai dengan pengarsipan Laporan Pengeluaran Barang Impor Manual oleh Kepala Seksi PKC Impor;
  3. Unit pelaksana SOP ini adalah Kepala Seksi PKC Impor pada KPPBC Tipe Madya Pabean Tanjung Emas.
PERSYARATAN :
Pengajuan Pengeluaran Barang Impor dengan SPPBI dapat diproses setelah diterimanya :
  1. Surat Persetujuan Pengeluaran Barang Impor (SPPBI); dan
  2. Lampiran Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB).
BIAYA :
Tidak Dipungut Biaya.






Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/7/72/Logo_bea_cukai.png/220px-Logo_bea_cukai.png
http://bits.wikimedia.org/static-1.21wmf5/skins/common/images/magnify-clip.png
Logo Bea Cukai
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai disingkat DJBC atau bea cukai adalah nama dari sebuah instansi pemerintah yang melayani masyarakat di bidang kepabeanan dan cukai. Pada masa penjajahan Belanda, bea dan cukai sering disebut dengan istilah duane. Seiring dengan era globalisasi, bea dan cukai sering menggunakan istilah customs.

Lembaga

Dari segi kelembagaan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dipimpin oleh seorang direktur jenderal yang setara dengan unit eselon 1 yang berada di bawah Kementerian Keuangan Indonesia, sebagaimana juga Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan lain-lain.

Tugas dan fungsi

Tugas dan fungsi DJBC adalah berkaitan erat dengan pengelolaan keuangan negara, antara lain memungut bea masuk berikut pajak dalam rangka impor (PDRI) meliputi (PPN Impor, PPh Pasal 22, PPnBM) dan cukai. Sebagaimana diketahui bahwa pemasukan terbesar (sering disebut sisi penerimaan) ke dalam kas negara adalah dari sektor pajak dan termasuk didalamnya adalah bea masuk dan cukai yang dikelola oleh DJBC.
Selain itu, tugas dan fungsi DJBC adalah mengawasi kegiatan ekspor dan impor, mengawasi peredaran minuman yang mengandung alkohol atau etil alkohol, dan peredaran rokok atau barang hasil pengolahan tembakau lainnya. Seiring perkembangan zaman, DJBC bertambah fungsi dan tugasnya sebagai fasilitator perdagangan, yang berwenang melakukan penundaan atau bahkan pembebasan pajak dengan syarat-syarat tertentu.

Kewenangan DJBC

Cukai

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Cukai
Cukai adalah pungutan oleh negara secara tidak langsung kepada konsumen yang menikmati/menggunakan obyek cukai. Obyek cukai pada saat ini adalah cukai hasil tembakau(rokok, cerutu dsb), Etil Alkohol, dan Minuman mengandung etil alkohol / Minuman keras. Malaysia menerapkan cukai pada 13 jenis produk.
Secara sederhana dapat dipahami bahwa harga sebungkus rokok yang dibeli oleh konsumen sudah mencakup besaran cukai didalamnya. Pabrik rokok telah menalangi konsumen dalam membayar cukai kepada pemerintah pada saat membeli pita cukai yang terdapat pada kemasan rokok tersebut. Untuk mengembalikan besaran cukai yang sudah dibayar oleh pabrik maka pabrik rokok menambahkan besaran cukai tersebut sebagai salah satu komponen dari harga jual rokok tersebut.
Filosofi pengenaan cukai lebih rumit dari filosofi pengenaan pajak maupun pabean. Dengan cukai pemerintah berharap dapat menghalangi penggunaan obyek cukai untuk digunakan secara bebas. Hal ini berarti adanya kontrol dan pengawasan terhadap banyaknya obyek cukai yang beredar dan yang dikonsumsi. Hal yang menarik adalah pengenaan cukai semen dan gula oleh pemerintah Belanda saat menjajah Indonesia. Cukai dipergunakan untuk mengontrol kebutuhan masyarakat pada gula dan semen demi kepentingan penjajah pada saat itu.
Sisi lain dari pengenaan cukai di beberapa negara maju adalah membatasi barang-barang yang berdampak negatif secara sosial (pornografi dll) dan juga kesehatan (rokok, minuman keras dll). Tujuan lainnya adalah perlindungan lingkungan dan sumber-sumber alam (minuman kemasan, limbah dll), serta mengurangi atau membatasi konsumsi barang-barang mewah dan sebagainya.
Contoh kasus dinegara tetangga adalah penggunaan deterjen yang berlebihan, yang telah mencemari sungai yang menjadi bahan baku pembuatan air minum publik oleh perusahaan pemerintah[rujukan?]. Hal ini membuat pemerintah mengeluarkan biaya ekstra untuk proses produksi air minum tersebut. Pemerintah tidak dapat menaikkan harga air minum karena adanya resistensi publik atas rencana tersebut. Sebagai jalan keluar, dikenakan cukai pada semua produk deterjen di negara tersebut. Didasari atas asas keadilan, maka pertambahan biaya proses pemurnian air tersebut tidak dibebankan kepada konsumen air minum, tetapi dibebankan kepada setiap konsumen deterjen.
Asas yang sama telah berlaku pada para perokok aktif di Indonesia.Perokok pasif harus menanggung risiko yang lebih besar, oleh sebab itu cukai rokok dibebankan setinggi-tingginya.

Pabean

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pabean
Pabean yang dalam bahasa Inggrisnya Customs atau Duane dalam bahasa Belanda memiliki definisi yang dapat kita temukan dan hafal baik dalam kamus bahasa Indonesia ataupun undang-undang kepabeanan. Untuk dapat memahami kata pabean maka diperlukan pemahaman terhadap kegiatan ekspor dan impor. Pabean adalah kegiatan yang menyangkut pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor. Ada juga bea keluar untuk ekspor, khususnya untuk barang / komoditi tertentu .
Filosofi pemungutan bea masuk adalah untuk melindungi industri dalam negeri dari limpahan produk luar negeri yang diimpor, dalam bahasa perdagangan sering disebut tariff barier yaitu besaran dalam persen yang ditentukan oleh negara untuk dipungut oleh DJBC pada setiap produk atau barang impor. Sedang untuk ekspor pada umumnya pemerintah tidak memungut bea demi mendukung industri dalam negeri dan khusus untuk ekspor pemerintah akan memberikan insentif berupa pengembalian restitusi pajak terhadap barang yang diekspor.
Produk mentah seperti beberapa jenis kayu, rotan dsb pemerintah memungut pajak ekspor dan pungutan ekspor dengan maksud agak para eksportir sedianya dapat mengekspor produk jadi dan bukanlah bahan mentah atau setengah jadi. Filosofi pemungutan pajak ekspor pada komoditi ini adalah untuk melindungi sumber daya alam Indonesia dan menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri dalam negeri.

Proses impor dan pabean

Kegiatan impor dapat dikatakan sebagai proses jual beli biasa antara penjual yang berada di luar negeri dan pembeli yang berada di Indonesia. Adapun tahapan impor adalah :
  • Hal yang penting dalam setiap transaksi impor adalah terbitnya L/C atau letter of credit yang dibuka oleh pembeli di Indonesia melalui Bank (issuing bank)
  • Selanjutnya penjual diluar negeri akan mendapatkan uang untuk harga barangnya dari bank dinegaranya (correspondent bank) setelah mengirim barang tersebut dan menyerahkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengiriman barang dan spesifikasi barang tersebut (bill of lading (BL), Invoicedsb).
  • Dokumen-dokumen tersebut oleh correspondet bank dikirim ke issuing bank yang ada diIndonesia untuk di tebus oleh importir.
  • Dokumen yang kini telah dipegang oleh importir tersebut digunakan untuk mengambil barang yang dikirim oleh penjual. pada tahap ini proses impor belum dapat dikatakan selesai karena importir belum mendapatkan barangnya.
  • barang impor tersebut diangkut oleh sarana pengangkut berupa kapal-kapal pengangkut barang (cargo) internasional dan hanya akan merapat di pelabuhan-pelabuhan resmi pemerintah, misalnya Tanjung Priok (Jakarta) dimana sebagian besar kegiatan importasi di Indonesia dilakukan. banyak proses yang harus dilalui hingga akhirnya sebuah sarana pengangkut (kapal cargo) dapat merapat dipelabuhan dan membongkar muatannya (barang impor).
  • Istilah "pembongkaran" bukanlah barang tersebut di bongkar dengan dibuka setiap kemasannya, namun itu hanya istilah pengeluaran kontainer/peti kemas dari sarana pengangkut kepelabuhan, petugas DJBC tidak membongkar isi dari kontainer itu jika memang tidak ada perintah untuk pemeriksaan.)
  • Setelah barang impor tersebut dibongkar maka akan ditempatkan ditempat penimbunan sementara (container yard) perlu diketahui bahwa menyimpan barang di kawasan ini dikenakan sewa atas penggunaan ruangnya (demorage).
  • Setelah bank menerima dokumen-dokumen impor dari bank corresponden di negara pengekspor maka importir harus mengambil dokumen-dokumen tersebut dengan membayar L/C yang telah ia buka. dengan kata lain importir harus menebus dokumen tersebut karena bank telah menalangi importir ketika bank membayar eksportir saat menyerahkan dokumen tersebut.
  • Setelah selesai urusan dokumen tersebut maka kini saatnya importir mengambil barang tersebut dengan dokumen yang telah importir peroleh dari bank (B/L, invoice dll).
  • Untuk mengambil barangnya maka importir diwajibkan membuat pemberitahuan impor barang (PIB) atau disebut sebagai pemberitahuan pabean atau dokumen pabean sedangkan invoice, B/L, COO (certificate of origin), disebut sebagai dokumen pelengkap pabean. Tanpa PIB maka barang impor tersebut tidak dapat diambil oleh importir.
  • PIB dibuat setelah importir memiliki dokumen pelengkap pabean seperti B/L dll. Importir mengambil dokumen tersebut melalui bank, maka jika bank tersebut merupakan bank devisa yang telah on-line dengan komputer DJBC maka pengurusan PIB dapat dilakukan di bank tersebut.
  • Prinsip perpajakan di Indonesia adalah self assesment begitu pula dalam proses pembuatan PIB ini, formulir PIB terdapat pada bank yang telah on-line dengan komputer DJBC setelah diisi dan membayar bea masuk kepada bank maka importir tinggal menunggu barangnya tiba untuk menyerahkan dokumen yang diperlukan kepada DJBC khususnya kepada kantor pelayanan DJBC dimana barang tersebut berada dalam wilayah pelayanannya, untuk pelabuhan tanjung priok terdapat Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok.
  • Setelah importir menyelesaikan PIB dan membayar bea masuk serta (pungutan impor) pajak-pajak dalam rangka impor di bank, maka bank akan memberitahukan kepada DJBC secara on-line mengenai pengurusan PIB dan pelunasan bea masuk dan pajak impor. dalam tahap ini DJBC hanya tinggal menunggu importir menyerahkan PIB untuk diproses, penyerahan PIB inipun telah berkembang sedemikian rupa hingga untuk importir yang telah memiliki modul impor atau telah terhubung dengan sistem komputer DJBC dapat menyerahkan PIB secara elekronik (electronic data interchange system = EDI system) sehingga dalam prosesnya tak terdapat interaksi secara fisik antara importir dengan petugas DJBC

Sistem yang digunakan DJBC

Rencana kedepannya semua importasi akan diarahkan untuk menggunakan sistem ini karena pertimbangan keamanan dan efisiensi, sehingga bermunculan warung-warung EDI (semacam warnet khusus untuk mengurus importasi) disekitar pelabuhan yang akan membantu importir yang belum memiliki modul impor atau tidak secara on-line terhubung dengan sistem komputer DJBC.
proses pengeluaran barang impor sangat tergantung pada jenis barang impor itu sendiri, khusus untuk barang impor asal tumbuhan dan hewan akan melalui pemeriksaan karantina (masa karantina) ini penting untuk mencegah masuknya penyakit dan hal-hal yang tidak dinginkan dari segi kekarantinaan dan kesehatan seperti pemeriksaan layak konsumsi atau tidak, masa kadaluwarsa, dsb, untuk daging impor harus ada Certificate of origin agar diketahui dari mana asalnya, juga umumnya sertikat halal untuk komoditi konsumsi.
Selanjutnya DJBC akan memberlakukan National Single Window (NSW) untuk pelayanan dengan otomasi.

Sistem penjaluran

kiranya perlu pula diketahui sistem penjaluran barang yang diterapkan oleh DJBC dalam proses impor. Keempat jalur ini awalnya dikategorikan dengan penerapan manajemen risiko berdasarkan profil importir, jenis komoditi barang, track record dan informasi-informasi yang ada dalam data base intelejen DJBC. Sistem penjaluran juga telah menggunakan sistem otomasi sehingga sangat kecil kemungkinan diintervensi oleh petugas DJBC dalam menentukan jalur-jalur tersebut pada barang tertentu. terdapat 4 (empat) penjaluran secara teknis. Pada tahun 2007 DJBC telah memperkenalkan Jalur MITA, yaitu sebuah jalur fasilitas yang khusus berada pada kantor Pelayanan Utama (KPU).
jalur tersebut adalah;
  1. Jalur prioritas yang khusus untuk importir yang memiliki track record sangat baik, untuk importir jenis ini pengeluaran barangnya dilakukan secara otomatis (sistem otomasi) yang merupakan prioritas dari segi pelayanan, dari segi pengawasan maka importir jenis ini akan dikenakan sistem Post Clearance Audit (PCA) dan sesekali secara random oleh sistem komputer akan ditetapkan untuk dikenakan pemeriksaan fisik.
  2. Jalur hijau, jalur ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang baik dan dari segi komoditi impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk kedua jalur tadi pemeriksaan fisik barang tetap akan dilaksanakan dengan dasar-dasar tertentu misalnya terkena random sampling oleh sistem, adanya nota hasil intelejen (NHI) yang mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap barang.
  3. Jalur Kuning, jalur ini diperuntukkan untuk importir dengan track record yang baik dan dari segi komoditi impor bersifat risiko rendah (low risk) untuk jalur tersebut pemeriksaan dokumen barang tetap akan dilaksanakan dengan dasar-dasar tertentu misalnya terkena random sampling oleh sistem, adanya nota hasil intelejen (NHI) yang mensinyalir adanya hal-hal yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap barang.
  4. Jalur merah (red chanel) ini adalah jalur umum yang dikenakan kepada importir baru, importir lama yang memiliki catatan-catatan khusus, importir dengan risiko tinggi karena track record yang tidak baik, jenis komoditi tertentu yang diawasi pemerintah, pengurusannya menggunakan jasa customs broker atau PPJK perusahaan pengurusan jasa kepabeanan dengan track record yang tidak baik ( "biro Jasa" atau "calo"), dlsb. Jalur ini perlu pengawasan yang lebih intensif oleh karenanya diadakan pemeriksaan fisik barang. pemeriksaan fisik tersebut bisa 10%, 30% dan 100%.
  • Jalur Mitra Utama (MITA), jalur ini adalah fasilitas yang saat ini hanya berada pada Kantor Pelayanan Utama.

Tugas lain

Tugas lain DJBC adalah menjalankan peraturan terkait ekspor dan impor yang diterbitkan oleh departemen atau instansi pemerintahan yang lain, seperti dari Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Departemen Pertahanan dan peraturan lembaga lainya.
Semua peraturan ini menjadi kewajiban bagi DJBC untuk melaksanakannya karena DJBC adalah instansi yang mengatur keluar masuknya barang di wilayah Indonesia. Esensi dari pelaksanaan peraturan-peraturan terkait tersebut adalah demi terwujudnya efisiensi dan efektivitas dalam pengawasan dan pelayanan, karena tidak mungkin jika setiap instansi yang berwenang tersebut melaksanakan sendiri setiap peraturan yang berkaitan dengan hal ekspor dan impor, tujuan utama dari pelaksanaan tersebut adalah untuk menghidari birokrasi panjang yang harus dilewati oleh setiap pengekspor dan pengimpor dalam beraktivitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar